Belum Bebas Malaria, Dinkes Imbau Warga Lapor PKM Agar dapat Skrining

BERAU – Kabupaten Berau belum bebas dari kasus malaria. Masih tercatat adanya kasus penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles terutama menjangkit di daerah pesisir dan pedalaman.

Hal itu diungkapkan Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau, Garna Sudarsono.

“Apalagi salah satu syaratnya, sebuah daerah harus tidak ada kasus indigenous atau penularan yang berasal dari wilayah setempat selama tiga tahun berturut-turut,” ucapnya, Sabtu (7/9/2024).

Ia akui kasus malaria di Kabupaten Berau hingga Agustus 2024 sudah tercatat sebanyak 156 kasus.

Kasus terbanyak berada di Pusat Kesehatan Masyarakat (PKM) Batu Putih 58 kasus, PKM Tubaan 19 kasus, RSUD Talisayan 17 kasus, RSUD dr Abdul Rivai 13 kasus, PKM Teluk Bayur 11 kasus, PKM Kelay, Biduk-biduk, Long Laai masing-masing 7 kasus, PKM Talisayan 6 kasus, PKM Labanan Makmur 3 kasus, PKM Gunung Tabur dan Segah masing-masing 2 kasus, PKM Long Boy, Merapun, Biatan Lempake, dan Tanjung Batu, masing-masing 1 kasus.

Baca Juga :  Kampung Labanan akan Dialirkan Air Bersih

“Kasus malaria di Berau cukup tinggi, apalagi jika dibanding tahun lalu. Memang kami akui kasus terbanyak berada di daerah pesisir dan pedalaman,” bebernya.

Kasus malaria pada 2023 diketahui tembus 625 kasus dan penyebarannya berada di RSUD dr Abdul Rivai 195 kasus, PKM Batu Putih 163 kasus, PKM Long Laai 107 kasus, RSUD Talisayan 35 kasus, PKM Tubaan 35 kasus, PKM Labanan Makmur 25 kasus, PKM Talisayan 19 kasus, PKM Kelay 17 kasus, PKM Bidukbiduk 8 kasus, PKM Gunung Tabur 5 kasus, PKM Teluk Bayur 4 kasus, PKM Merapun 4 kasus, PKM Tanjung Redeb, Kampung Bugis dan Segah masing-masing 2 kasus, serta PKM Maratua Bohe Bukut dan Biatan Lempake masing-masing 1 kasus.

Baca Juga :  Bentuk Gugus Tugas Ketahanan Pangan dengan Tanam Jagung di Sambaliung

“Sedangkan pada 2022 lalu, kasus malaria tercatat hanya ada 278 kasus. Terjadi peningkatan yang signifikan pada tahun 2023. Namun untuk kasus impor yang datangnya dari luar daerah tidak dihitung dalam eliminasi malaria di Berau,” tegasnya.

Lanjutnya, pada 2024 ini kasus malaria di Berau masih ada, maka eliminasi malaria bisa dilakukan pada 2027 mendatang yang dimulai pada 2025.

“Sedangkan targetnya secara nasional, Indonesia bebas malaria pada 2030. Untuk mengatasi ini perlu adanya kerja sama lintas sektor, kami tidak bisa bekerja sendiri untuk menuntaskan hal ini,” ucapnya.

Dia berharap kasus malaria pada 2024 ini tidak meningkat hingga akhir tahun. “Untuk pencegahan, kami telah melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Seperti halnya saat sebelum masuk hutan perlu melapor ke PKM untuk mendapatkan skrining kesehatan terlebih dulu,” urainya.

Baca Juga :  Rp9,7 Miliar untuk Rehabilitasi Jalan Dalam Kota

Kata dia juga jika sudah melapor dan dinyatakan sehat, mereka yang hendak masuk hutan akan dibekali beberapa perlengkapan.

“Seperti kelambu dan losion anti nyamuk, dan disarankan untuk mengenakan pakaian lengan panjang,” imbuhnya

Sebab menurutnya, jika terdeteksi kasus malaria, tentu perlu diobati hingga sehat baru bisa beraktivitas kembali ke hutan.

“Kesadaran masyarakat untuk skrining kesehatan inilah yang masih rendah. Mungkin mereka ingin cepat, makanya tidak melapor ke petugas kesehatan,” jelasnya.

Begitu juga setelah keluar hutan, masyarakat tidak boleh langsung berinteraksi dengan orang lain harus melakukan skrining kesehatan di pelayanan kesehatan setempat lebih dulu.

“Jika kasus malaria terdeteksi lebih awal tentu penyebarannya bisa terkendali.
Penderita juga bisa ditangani lebih awal, sehingga tidak menunggu parah hingga dirujuk ke RS,” pungkasnya. (*)

Reporter: Georgie

Editor: Ramli

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *