Pengamat: UN Jangan Lagi Jadi Penentu Kelulusan Siswa

Samarinda – Pengamat pendidikan dari Universitas Mulawarman Samarinda Profesor Susilo menanggapi langkah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk mengkaji ulang penerapan kembali Ujian Nasional (UN), bahwa hal tersebut sebaiknya jangan lagi dijadikan sebagai penentu kelulusan siswa.

“Ujian Nasional sebenarnya sudah bagus, terutama dalam konteks mengukur kemampuan literasi dan karakter siswa, namun standarisasi nasional seringkali tidak sejalan dengan kondisi dan kriteria kualitas pendidikan di masing-masing daerah,” ungkapnya di Samarinda, Rabu (6/11).

Menurutnya, UN dapat dihidupkan kembali, tetapi tidak boleh mengikat kelulusan siswa secara mutlak seperti sebelumnya.

Sistem kelulusan yang kaku dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif, seperti tekanan psikologis pada anak dan berkembangnya bimbingan belajar (bimbel) yang hanya berorientasi pada kemampuan menjawab soal.

“Belajar jangan sampai hanya menjadi mekanis, di mana anak hanya fokus pada menjawab soal ujian,” tegasnya.

Ia menambahkan, formulasi UN ke depan sebaiknya difokuskan untuk memetakan kualitas pendidikan secara umum di Indonesia, sehingga dapat diketahui daerah mana saja yang perlu diperbaiki.

Guru besar pendidikan Unmul itu mencontohkan, hasil pemetaan UN dapat dikaitkan dengan alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Daerah dengan kualitas pendidikan rendah, misalnya, dapat dikenakan pengurangan dana BOS sebagai bentuk dorongan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

“Sanksi semacam ini akan lebih efektif jika ditujukan kepada institusi, bukan perorangan. Dengan begitu, semangat untuk meningkatkan kualitas belajar tetap ada di sekolah,” papar Susilo.

Lebih lanjut, Susilo menyoroti pentingnya materi ujian yang tidak hanya berupa pilihan ganda (multiple choice). Ia mendorong agar penilaian UN juga mencakup portofolio peserta didik, sehingga dapat mengukur kemampuan secara lebih komprehensif.

“Tes memang diperlukan, terutama untuk jenjang pendidikan tinggi, tetapi harus diimbangi dengan bentuk penilaian lain. Jangan sampai anak hanya terbiasa dengan mekanisme berpikir untuk menjawab soal ujian,” jelasnya.

Susilo juga menekankan pentingnya keadilan dalam sistem penilaian. Ia mencontohkan kasus di mana siswa yang telah belajar selama tiga tahun, nasib kelulusannya ditentukan hanya dalam waktu beberapa hari pelaksanaan UN.

Menurut dia, harus ada pertimbangan yang matang dari pemerintah pusat terkait pelaksanaan UN. Kemendikdasmen perlu memberikan arahan yang jelas kepada pemerintah daerah, terutama Dinas Pendidikan, mengenai materi ujian.

Ia juga mengingatkan agar tidak terjadi pemaksaan terhadap sekolah untuk mencapai nilai tinggi. Hal ini dapat memicu kecurangan dalam pelaksanaan UN, karena takut nilai sekolahnya turun.

“Biarkan proses penilaian berjalan alami, tanpa tekanan untuk lulus,” tandasnya.

Susilo berharap, jika jadi diterapkan, UN secara positif dapat menjadi alat ukur yang adil dan efektif dalam memetakan kualitas pendidikan di Indonesia.

 

Sumber : Antara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *