benuakaltim.co.id, BERAU – Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Berau meminta masyarakat Kampung Pulau Besing turut menjaga populasi bekantan. Terlebih, berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi Kampung Pulau Besing ditetapkan sebagai salah satu habitat bekantan.
Plh Kepala Seksi I Berau, Edwin Kinbenu mengatakan, bekantan di Pulau Besing memang telah lama tinggal dan berkembang biak di kawasan tersebut.
“Itu memang tempat habitatnya bekantan, di situ tempat dia tidur dan bermain,” ujarnya, Ahad (9/2/2025).
Terakhir monitoring bekantan diakui Edwin dilakukan pada tahun 2000an lalu. Meski begitu, BKSDA SKW I Berau tetap mengedukasi masyarakat pentingnya menjaga keberadaan bekantan dan satwa liar lainnya.
“Memang saat ini tidak ada monitoring, tapi kami terus mengimbau dan mengedukasi masyarakat terkait bekantan ini,” tuturnya.
Edwin menyebut belum dapat memastikan jumlah populasi bekantan di Kampung Pulau Besing. Dikarenakan data yang dimiliki belum spesifik.
“Kami kemarin hanya memonitoring sepanjang sungai, jadi data yang kami miliki masih bersifat global,” katanya.
Ia berharap, Kampung Pulau Besing tetap menjadi habitat alami bagi bekantan. Sehingga masyarakat dapat menyaksikan perkembangan sekaligus pelestarian satwa asli Kalimantan.
Kini, BKSDA SKW I Berau juga dibantu oleh dua Non-Governmental Organization (NGO). Meskipun dua NGO tersebut lebih fokus terhadap pelestarian orang utan, namun Edwin akan berupaya mengajak untuk membantu upaya konservasi satwa liar.
“Untuk orang utan, terakhir kita lepas liar di awal Januari 2025 sebanyak 4 ekor di Kutai Timur. Jadi bukan menangani orang utan yang masuk di wilayah Berau saja, tetapi dari wilayah Kutai Timur juga, karena disini kan lengkap semua, seperti dokter hewan dan tenaga medis,” bebernya.
Adapun orang utan yang terakhir ditanganinya juga mendapatkan perawatan dari dokter hewan sebelum dilepas liarkan. Menurutnya, orang utan tak dapat langsung dilepas sebelum mendapat perawatan dari dokter.
Biasanya BKSA lebih dulu merawat satwa di Klinik Kampung Tasuk. Setelah kondisinya sehat dan dinilai layak, orang utan dapat dilepasliarkan kembali ke alam.
“Jika sekiranya orang utan tersebut tidak bisa dirilis dan perlu rawat inap, maka kita akan merawat di Klinik Kampung Tasuk, setelah sehat dan layak dilepasliar maka akan kami lepas,” pungkasnya. (*)
Reporter: Georgie Silalahi
Editor: Endah Agustina