benuakaltim.co.id, BERAU – Pasca bencana kebakaran meluluhlantahkkan beberapa rumah warga yang berdiam di Jalan Milono, beberapa waktu lalu
Isu terkait kegiatan yang dilarang berlangsung di wilayah sempadan sungai mencuat ke permukaan.
Karena itu, alih-alih hendak memiliki hunian baru pasca bencana, para korban kebakaran Milono bisa saja berpotensi tidak dapat membangun kembali rumahnya di wilayah itu
Apa bila pemerintah daerah benar-benar menerapkan Perda RTRWK pasal 57 ayat 5.
Terkait itu, Kepala ATR/ BPN Berau John Palapa membenarkan bahwasanya wilayah Jalan Milono merupakan kawasan sempadan sungai.
“Itu berarti juga kawasan itu mesti terbebas dari permukiman warga jika merujuk pada Perda tersebut,” ungkapnya, Sabtu (8/2/2025).
“Menurut tata ruang Jalur Milono sempadan sungai. Sempadan sungai masuk dalam Perda RTRW. Dalam Perda sudah diatur semua,” sambungnya.
Berdasarkan Perda RTRWK itu, lanjutnya, beberapa kegiatan yang diperbolehkan berlangsung di wilayah sempadan sungai antara lain pengendalian terhadap kegiatan yang telah ada di sepanjang sungai agar tidak berkembang lebih jauh.
Selanjutnya, larangan pembuangan limbah ke sungai, pemanfaatan ruang untuk sarana dan prasarana pendukung transportasi, budidaya perikanan air tawar payau, pertanian, pariwisata, dengan pengamanan sempadan sungai dari abrasi.
“Selain itu, wilayah sempadan sungai memperbolehkan adanya aktivitas membuka ruang terbuka hijau,” bebernya.
Sambung dia soal pendirian sarana dan prasarana pendukung pengelolaan tubuh air, serta sarana dan prasarana pendukung konservasi tubuh air.
Tak hanya itu, dapat dilakukan juga kegiatan pelestarian waduk beserta seluruh daerah tangkapan air di atasnya, pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan tinggi, dan penutupan tanah untuk melindungi pencemaran dan erosi terhadap air.
“Mendudukan perkara ini simple sebenarnya. Kaitannya dengan P4T. P4T itu adalah pemilikan, penguasaan, pemanfaatan dan penggunaan tanah,” ucapnya.
Berbicara soal kepemilikan, diakuinya, masyarakat memang boleh memiliki sertifikat lahan.
Namun, tidak semua lahan dapat dimanfaatkan. Contoh, sempadan bangunan.
“Kita punya tanah di pinggir jalan, sertifikat sampai ujung. Tetapi ada ketentuan Garis Badan Bangunan (GSB). Artinya bahwa di dalam area GSB, tidak boleh ada bangunan,” ungkapnya.
“Berarti kalau kita memiliki sertifikat, secara kepemilikan, tanah itu milik kita. Tetapi pada saat kita mau memanfaatkan, ada ketentuan lain yang namanya GSB,” sambungnya.
Merujuk pada contoh di atas, menurut John, Jalur Milono merupakan wilayah pinggir sungai.
Dengan demikian menurut Perda RTRW yang berlaku, wilayah itu merupakan garis badan sungai atau jalur hijau.
“Dia mungkin memiliki sertifikat di situ. Tetapi pada saat dia mau membangun atau memanfaatkan, berlaku ketentuan peraturan daerah, tata ruang,” bebernya
Karena itu, menanggapi pertanyaan media ini terkait potensi pembangunan kembali rumah warga yang telah kehilangan rumahnya pasca bencana, John tak dapat memberikan jawaban yang tegas.
Berikutnya, tak dapat memastikan entahkah semua warga yang berdiam di wilayah itu akan direlokasi suatu saat nanti.
“Untuk kebijakan tersebut relokasi bisa dikonfirmasi ke pemerintah daerah (Pemda),” pungkasnya. (*)
Reporter: Georgie Silalahi
Editor: Ramli