benuakaltim.co.id, BERAU – Pengungkapan kasus oknum hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Redeb, Kalimantan Timur yang diduga meminta uang pelicin untuk memenangkan perkara sengketa warisan tanah kembali berlanjut pada awal tahun ini.
Pasalnya hakim yang melanggar kode etik hakim itu, kini resmi dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) serta Badan Pengawas Kejaksaan Agung (Bawas Kejagung) oleh Yulianto serta mendapat pendampingan dari kuasa hukumnya yakni Syahrudin bersama timnya Kamis (9/1/2024) lalu di Jakarta Pusat.
Berdasarkan pantauan benuakaltim.co.id pada pemberitaan media online yang beredar sebelumnya bahwa Yulianto adalah merupakan keluarga kandung ahli waris, ketika itu dikalahkan dalam sidang di PN Tanjung Redeb oleh majelis hakim.
Bahkan menurut keterangan dari Kuasa Hukum Yuliato, yakni Syahrudin mengatakan kliennya memiliki saksi mata serta bukti kwitansi suap dari kuasa hukum lawan kepada hakim.
“Menurut saksi fakta yang datang ke kantor kami, awalnya itu negosiasi diminta Rp 2,5 miliar. Setelah tiga kali negosiasi akhirnya diputuslah Rp 1,5 miliar,” ucapnya, Sabtu (11/1/2025).
“Perjalanan waktu sebelum pengadilan ini putus, si oknum ini menagih janji yang sudah disepakati sama lawan dengan mereka ini. Namun, ternyata si lawan ini dananya baru siap Rp 500 juta,” sambungnya.
Sementara itu, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Redeb John Paul Mangusong mengatakan setelah ditelusurinya dugaan oknum hakim yang lakukan kasus suap tersebut baru setelah pernah memimpin sidang perkara nomor 18.
Bahkan dirinya membenarkan kepada awak media bahwa oknum hakim yang dilaporkan lakukan aksi suap berinisial L dan M
“Untuk inisial L, itu benar ada dan memang dia ketua majelis hakim di perkara nomor 18. Sekarang L ini masih bertugas di PN Tanjung Redeb. Tapi kalau hakim inisial M, itu sudah pindah dan bukan kuasa saya lagi karena sudah di Pengadilan Tinggi,” ungkapnya.
John Paul Mangunsong juga menyampaikan, untuk perkara nomor 18, saat ini belum selesai keputusan. Karena pihak Yulianto masih melakukan banding.
“Tinggal menunggu kontra memori dari terbanding. Mungkin Senin nanti dikirim,” katanya.
John selaku pimpinan PN Tanjung Redeb hanya sebatas melakukan klarifikasi atau pembenaran terhadap oknum hakim tersebut.
“Namun soal pemeriksaan dan kebenaran dibalik laporan atau pengaduan tersebut menjadi kewenangan Komisi Yudisial dan Bawas Kejagung,” tuturnya.
Termasuk masalah dugaan masih ada oknum hakim yang terlibat dalam pelanggaran kode etik, John menjelaskan bahwa PN Tanjung Redeb selalu lakukan evaluasi hingga ingatkan aparaturnya agar tetap menjaga integritas.
“Itu upaya kita untuk mencegah pelanggaran terjadi. Tapi kalau ada orang yang melaporkan, kita tidak bisa menghalang-halangi, karena itu hak. Tapi tidak secara otomatis kalau sudah melaporkan berarti melanggar. Itu kan harus pemeriksaan dulu,” bebernya.
Bahkan pihaknya akan memberikan pertanggungjawaban apabila oknum hakim yang dilaporkan terbukti bersalah dan menyerahkan semua pemeriksaan itu ke Komisi Yudisial dan Bawas Kejagung.
“Saya kira sekarang Ketua Mahkamah Agung juga orangnya tegas dia pasti akan sungguh-sungguh menegakkan, kalau memang ada pelanggaran. Tapi kalau tidak ada, dia pasti akan merehabilitasi nama-nama hakim yang dilaporkan,” pungkasnya. (*)
Reporter: Georgie
Editor: Ramli