Kabut Asap Mulai Muncul di Berau, Berikut Perbedaan Hotspot dan Firespot

BERAU – Kepala Bidang Fungsional Pemantauan Kualitas Udara Dinas Lingkungan Hidup dan Kesehatan (DLHK) Berau Yulianti mengungkapkan beberapa hari terakhir, cuaca panas dan menimbulkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada beberapa wilayah.

“Untuk menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), sistem informasi Sipongi yang dikembangkan oleh Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjadi acuan utama dalam pemantauan titik api di Indonesia,” ucapnya, Sabtu (21/9/2024).

Sipongi berfungsi sebagai alat deteksi dini terhadap kemunculan titik panas (hotspot), memberikan informasi penting untuk upaya pencegahan karhutla.

“Selain itu, sistem ini menjadi sumber informasi yang paling valid dan dapat diakses masyarakat, memastikan data yang disajikan selalu diperbarui secara berkala,” ungkapnya.

Baca Juga :  Pemkab Berau Mendukung UMKM Gandeng Mitra Kerja untuk Packaging

Menurutnya, sering kali terjadi salah paham di masyarakat mengenai perbedaan antara hotspot dan firespot.

“Masyarakat kerap menyamakan keduanya, padahal hotspot hanya menandakan potensi panas tinggi, belum tentu terjadi kebakaran, sedangkan firespot merujuk pada titik api yang telah terbakar,” ujarnya.

Ia juga menambahkan, Sipongi menyajikan data yang lebih akurat karena mampu mendeteksi lokasi titik panas hingga tingkat desa.

“Selain itu, status lahan yang terbakar juga tercatat dengan baik. Data di Sipongi diperbarui setiap 24 jam, jadi informasi hotspot yang terpantau sangat aktual dan mendekati waktu nyata,” bebernya.

Tak hanya itu, kata dia, terkait ada yang menyinggung kualitas udara di Berau yang dipengaruhi oleh kebakaran lahan sebenarnya bahwa status saat ini masih dalam tahap pendataan.

Baca Juga :  Suaran Banjir, Pjs Bupati Berau Upaya Bangun Kembali Jembatan Baru

“Kualitas udara di Berau bervariasi, bisa masuk kategori sehat atau sebaliknya, tergantung pada banyak faktor,” tuturnya.

Namun, karena masih mengumpulkan data, pihaknya menegaskan belum bisa memberikan perhitungan pasti.

“Mungkin saja kondisi ini dipicu oleh debu atau dampak kebakaran lahan di beberapa wilayah,” singkatnya.

Lebih lanjut, Yulianti menyebutkan bahwa beberapa wilayah yang terpantau memiliki titik hotspot per 18 September 2024 di antaranya Gurimbang, Rantau Panjang, Kampung Kasai, Segah, Kelay, Teluk Bayur, Talisayan, dan Biduk-Biduk.

“Wilayah-wilayah ini mengalami kebakaran lahan dengan tingkat keparahan sedang,” jelasnya.

Selain itu dirinya menegaskan bahwa arah angin berperan penting dalam penyebaran asap, meski di Kota Berau tidak terdeteksi ada hotspot

Baca Juga :  Pjs Bupati Berau Bagikan Bantuan untuk Korban Banjir di Kampung Suaran

“Asap dari kebakaran lahan di wilayah lain bisa terbawa angin dan menyebabkan polusi di perkotaan,” tegasnya.

Sementara itu, terkait sumber titik panas yang diduga berasal dari kebakaran hutan dan lahan, Yulianti menyatakan bahwa kepastian mengenai hal ini harus didukung oleh hasil investigasi lapangan yang dilakukan oleh dinas terkait

“Khususnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD),” imbuhnya.

Kendati demikian Yulianti mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan menghindari kegiatan yang berpotensi memicu kebakaran.

“Dengan cuaca yang sangat panas dalam beberapa hari terakhir, saya minta masyarakat untuk menghindari aktivitas yang bisa menyebabkan kebakaran hutan dan lahan,” pungkasnya. (*)

Reporter: Georgie

Editor: Ramli

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *